BISNIS NEWS | JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada libur Lebaran 2024, bahkan menembus Rp16.000.
Terakhir kali nilai tukar mata uang Indonesia menembus level tersebut pada Maret 2020. Adapun, berdasarkan data dari Google Finance, rupiah saat ini bercokol di level Rp16.003,10 per dolar AS pada Kamis (11/4/2024) pukul 19.00 WB.
Posisi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan hari sebelumnya yang bertengger pada level Rp16.002, Rabu (10/4/2024).
Meski demikian, jika mengacu data Bloomberg pada perdagangan Jumat pekan lalu (5/4), rupiah ditutup menguat 44 poin atau 0,28% ke Rp15.848.
Sementara itu indeks dolar terpantau naik 0,11% ke level 104,010. Jika ditarik mundur, berdasarkan data Google Finance, nilai tukar rupiah terhadap dolar sempat menembus Rp16.000 pada 3 April 2020. Kala itu nilai tukar mata uang Indonesia menembus Rp16.300 per dolar AS.
Namun demikian, pelemahan nilai tukar rupiah sudah lebih dulu terjadi pada Maret 2020. Tercatat, pada 20 Maret 2020 berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI, rupiah berada di posisi Rp16.273 per dolar AS.
NIlai tukar rupiah yang melemah pada 2020 tersebut, sempat membuat Presiden Joko Widodo turun tangan. Menurutnya, sentimen pandemi Covid-19 yang menyebar ke seluruh dunia, membuat sektor keuangan di seluruh dunia mengalami guncangan dan kepanikan.
Pada saat itu, Jokowi mengaku telah berbicara dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Lembaga Penjaminan Simpanan untuk menjaga agar nilai tukar rupiah tidak kembali melemah.
Bahkan, secara khusus Jokowi meminta Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, di tengah tingginya tekanan.
Adapun, pada hari ini, Kamis (11/4/2024) pasar global dikejutkan oleh data inflasi bulan Maret di Amerika Serikat. Dilansir dari Reuters Kamis (11/4/2024), consumer price index (CPI) Amerika Serikat (AS) meningkat lebih dari perkiraan konsensus pada Maret 2024. Kondisi itu akibat masyarakat di Negeri Paman Sam terus membayar lebih untuk biaya bahan bakar dan sewa perumahan.
Sejalan dengan kondisi itu, pasar keuangan mengantisipasi bahwa The Fed akan menunda kebijakan pemangkasan suku bunga hingga September 2024 mendatang. Chief Market Strategist Carson Group Ryan Detrick mengatakan data inflasi yang kaku membuat investor berpikir untuk melakukan aksi jual.
“Kekecewaan itu menyebabkan penolakan tidak hanya pada potensi waktu penurunan suku bunga pertama tetapi juga berapa banyak penurunan suku bunga yang akan kita dapatkan,” jelasnya dilansir dari Reuters, Kamis (11/4/2024).